This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 07 Mei 2012

Pascagempa 8,5 SR: Distribusi Bantuan PMI di Aceh Jangkau Sekitar 800 Warga


Laporan terkini langsung dari PMI Provinsi Aceh di Banda Aceh, PMI telah lakukan distribusi bantuan logistik untuk warga pengungsi di Lambaro Angan, Aceh Besar dan Masjid Jami Darussalam, Banda Aceh.
"Relawan PMI masih terus mobilisasi keliling kota dan pantau ke bibir pantai di Aceh, hingga pukul 4.00 WIB dini hari tadi. Tadi malam, kami juga sudah mendirikan tenda pengungsian di Masjid Jami Darussalam dan lakukan distribusi bantuan logistik ke dua lokasi pengungsian, yaitu Lambaro Angan, Aceh Besar dan di Masjid Jami' Darussalam, Banda Aceh. Bantuan berupa air minum kemasan, biskuit, dan makanan instant. Ada sekitar 800 orang yang masih mengungsi di sana," demikian laporan langsung dari Kepala Markas PMI Provinsi Aceh Khairil, Kamis pagi ini (12/4/2012).
Lebih detail ia menjelaskan, sekitar 300 orang mengungsi di Lambaro Angan, dan ada sekitar 500 orang mayoritas perempuan dan anak-anak yang mengungsi di tenda pengungsian PMI di area Masjid Jami' Darussalam, Aceh. PMI Kota Banda Aceh juga kerahkan puluhan anggota Korps Suka Rela (KSR) kampus Unsyiah dan armada dua unit ambulans PMI di area Masjid Jami's Darussalam.
"Ada sekitar 50 relawan PMI untuk wilayah Banda Aceh yang dikerahkan untuk tiga aktivitas yaitu memantau pesisir pantai, pantau kondisi kota, dan siaga di posko pengungsian. Posko PMI Keliling masih terus dimobilisasi keliling kota Banda Aceh dan pantau kondisi warga di sini," tambahnya.
Data dampak pascagempa berkekuatan 8,5 SR kemarin di Aceh, disampaikan ada dua bangunan yang mengalami kerusakan cukup menonjol, yaitu Gedung Sekolah Madrasah Aliyah Negeri Banda Aceh, dan gedung Lembaga Pemasyarakatan di sana.*
(Penulis berita dan editor: Ayu Andini, Biro Humas Markas Pusat PMI. Foto: Tim Dok. PMI)

PMI Siap Gelar Acara HUT Palang Merah Sedunia


PMI siap gelar acara HUT Palang Merah Sdunia yang ke-149, esok, Selasa, (8/05/2012). Ada dua kegiatan besar yang akan dilaksanakan, yaitu upacara tabur bunga di Makam Bung Hatta dan Parade Lampion sebagai simbol sosialisasi kepalangmerahan. Kegiatan ini melibatkan sekitar 1.000 relawan PMI se-DKI JKT. 
"Peringatan HUT Palang Merah Sedunia tahun ini menggerakkan seluruh relawan muda PMI yang tergabung dalam Palang Merah Remaja (PMR) dan Korps Sukarelawan (KSR) untuk menyebarkan gerakan cinta damai lewat sosialisasi kepalangmerahan," tegas Ketua Umum PMI Jusuf Kalla dalam acara siaran langsung talkshow 8-11 METRO TV dari Kantor Pusat PMI, Jakarta, Senin pagi (7/05/2012).
Siaran langsung talkshow ini juga melibatkan perwakilan anggota PMR dari siswi kelas 2 SMA 68 Salemba Jakarta, Prissila (16 tahun), dan Billy Boen, pendiri Young On Top selaku pengusaha muda yang juga pemerhati potensi positif anak muda Indonesia.
Menurut Billy Boen, PMI mampu menjadi penggerak yang sangat positif bagi anak-anak muda di seluruh Indonesia, mulai dari donor darah sukarela sebagai lifestyle, sampai ke kegiatan-kegiatan positif lainnya.
Dalam rangka peringatan HUT Palang Merah Sedunia ke-149 tahun ini, PMI akan menggelar upacara doa bersama dan tabur bunga di Makam Bung Hatta, sebagai simbol penghargaan dan penghormatan PMI kepada Ketua PMI pertama yang telah menjadi saksi sejarah penting berdirinya PMI di Indonesia. Di Makam Bung Hatta, Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Selasa pagi (8/5/2012) PMI akan melibatkan sekitar 750 relawan PMI serta mengundang para anggota TNI, POLRI, dan pemkot setempat.
Acara dilanjutkan dengan Parade Lampion di area Balai Kota DKI Jakarta, yang akan dilaksanakan pada Selasa malam (8/5/2012) dan melibatkan sekitar 1.000 relawan PMI beserta seluruh tamu undangan. Turut hadir, Gubernur DKI Jakarta, Ketua DPRD DKI Jakarta, serta Ketua Umum PMI Jusuf Kalla beserta seluruh jajaran Pengurus PMI Pusat dan Pengurus PMI se-DKI Jakarta.
Seluruh acara ini diselenggarakan dengan dukungan International Federation of Red Cross and Red Crescent (IFRC), International Committee of Red Cross (ICRC), dan para sponsor dari Agung Podomoro, GT Radial, Coca Cola, Pemda DKI Jakarta,dan FIF, serta para media partner dari METRO TV, RRI, dan REPUBLIKA ONLINE.*
(Penulis berita dan editor: Ayu Andini, Biro Humas Markas Pusat PMI, Foto: Indra Yogasara, Biro Humas Markas Pusat PMI)

Hari Relawan: 10 Ribu Relawan PMI Kumpul Bareng di Taman Balekambang, Solo

Sebanyak 10 ribu relawan PMI yang terdiri dari para anggota Palang Merah Remaja (PMR), Tenaga Sukarela (TSR), dan Kelompok Sukarela (KSR) se-Kota Solo, berkumpul bersama di Taman Balekambang, Solo dalam peringatan Hari Relawan, Senin pagi (26/12/2011).

Acara besar skup nasional ini dimulai dengan parade 10 ribu relawan yang berjalan kaki sambil membawa ratusan papan kampanye motivasi relawan PMI, dan menempuh jalur dari Lapangan Manahan, menuju Taman Balekambang, Solo. Barisan parade ini dimeriahkan oleh Marching Band Universitas Negeri Solo (UNS), Reog, dan Barongsai. Turut dalam parade 10 ribu relawan ini, Pengurus Pusat PMI Bidang PMR dan Relawan Muhammad Muas, Anggota Bidang Relawan dan IT Bernhard S. Jonosisworo, dan Ketua PMI Solo Sumartono.

“Ini merupakan acara puncak dari berbagai rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh PMI Kota Solo dalam rangka peringatan Hari Relawan tahun 2011 ini. Parade ini juga merupakan salah satu upaya advokasi dari PMI agar masyarakat luas juga tergugah dan termotivasi untuk menjadi relawan PMI dan membantu sesama ,” ucap Sekretaris Pengurus PMI Solo, Sumartono di Lapangan Manahan, Solo, Senin pagi (26/12/2011).

Acara puncak kali ini dipimpin langsung oleh Sekjen PMI Budi A. Adiputro sekaligus membacakan pidato sambutan Ketua Umum PMI Jusuf Kalla dan menyatakan, “Selamat untuk seluruh relawan PMI di seluruh Indonesia. Selamat Hari Relawan. Ini adalah karya kalian. Ini adalah bakti kalian. Ini adalah penghargaan untuk kalian. Teruskanlah semangatmu. Seluruh relawan PMI adalah motor penggerak utama PMI dalam jalankan misi kemanusiaannya di dalam dan luar negeri.”

Ia menambahkan, bahwa Presiden RI SBY menetapkan tanggal 26 Desember sebagai hari relawan PMI, setahun setelah bencana tsunami di Aceh, dalam rangka menghargai kiprah relawan PMI dalam penanggulangan bencana di sana. Dalam peringatan Hari Relawan ini hadir pula jajaran Pengurus Pusat PMI lainnya, yaitu Ketua Bidang Kelembagaan dr. Ulla Nuchrawaty, Ketua Bidang Hubungan dan Kerjasama Internasional Ori Andari, dan Ketua Bidang Penangulangan Bencana Sumarsono pengurus Pusat PMI, perwakilan Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (IFRC), serta para perwakilan PMI dari seluruh Indonesia.

Peringatan Hari Relawan ini juga menampilkan seorang motivator terkenal, Andrie Wongso yang menggugah semangat kerelawanan PMi agar terus terjaga. Para relawan juga menikmati suguhan musik keroncong, KAISAR band, musik perkusi dari YPAC Surakarta, dan pembacaan puisi. Puncak acara juga dilalui dengan pemberian berbagai penghargaan, diantaranya penghargaan tingkat internasional, donor darah sukarela, dan penghargaan untuk berbagai lomba yang telah dilaksanakan.

Kegiatan peringatan Hari Relawan dari Palang Merah Indonesia sudah dimulai sejak tanggal 12 Desember 2011 yang lalu dengan mengadakan berbagai lomba dengan tema kemanusiaan (lomba poster, fotografi, menulis artikel, mewarnai, lomba profil PMR, dan paduan suara PMR).  Sedangkan untuk rangkaian acara puncak peringatan  Hari Relawan juga sudah dimulai sejak tanggal 24 Desember 2011 kemarin dengan  berbagai kegiatan mulai dari Temu Lansia Sehat Se-kota Surakarta, Pelatihan Fasilitator, dan Parade Band.

Pada kesempatan terbaik ini, Divisi PMR dan Relawan Markas Pusat PMI juga menggelar acara Pertemuan Forum Relawan PMI (Forpis dan Forel) sepanjang 26-31 Desember 2011, di Tawangmangu Solo. Acara ini dihadiri oleh para staf bidang PMR dan Relawan serta para anggota PMR dan KSR PMI dari seluruh Indonesia.**

(Penulis dan editor: Ayu Andini, Foto Oleh Ayu Andini, Humas Markas Pusat PMI)

Laporan Wartawan Tribun Timur, Thamzil Thahir

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla mengimbau pengurus, anggota dan relawan PMI di wilayah lokasi gempa Sumatera, siap siaga.
Kalla menginstruksikan PMI cabang membuka posko bencana 24 jam. Selain itu, menyebarkan relawan untuk melakukan assesmen dan pertolongan.
Mantan Wakil Presiden RI ini juga menginstruksikan logistik yang ada di gudang PMI agar disiapkan untuk dibagi.
Khusus kepada PMI Sumatera Barat, yang menjadi pusat bantuan logistik regional Sumatera, menyiapkan peralatan, logistik untuk seluruh wilayah yang terkena dampak gempa.
Menurut Kalla, PMI pusat segera melakukan koordinasi dengan PMI daerah yang terkena dampak gempa untuk memantau perkembangan guna mengambil langkah penyelematan dan penyaluran bantuan.
Sebagaimana diketahui gempa berkekuatan 8,5 SR menggungcang Aceh dan sekitarnya, Rabu (11/4/2012) pukul 15.30 WIB.
Warga panik dan berhamburan ke luar rumah. Saat ini, warga yang berdomisili di daerah pesisir pantai mulai mengungsi kwatir terjadi tsunami.

Waspada Tsunami, Relawan PMI Pantau Air di Pantai

Ilustrasi (Foto: Koran SI)
Ilustrasi (Foto: Koran SI)
JAKARTA - Palang Merah Indonesia (PMI) mengantisipasi bencana gempa 8,5 skala richter pukul 15.38 WIB di Aceh yang berpotensi tsunami dengan menggerakkan relawan di lima provinsi yang terkena dampak gempa.

Lima provinsi tersebut yakni Sumatera Barat, Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Lampung. Para relawan juga sudah mulai melakukan pendataan mengenai kerusakan bangunan dan korban jiwa.

Kepala Divisi Penanggulangan Bencana Markas Pusat PMI Arifin Muhammad Hadi, dalam keterangannya menyatakan, PMI juga tengah menyiapkan logistik yang siap didistribusikan dari Gudang Regional PMI di Sumatera Barat jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

Di Banda Aceh, para relawan PMI sudah turun ke jalan untuk menenangkan warga yang panik akibat gempa ini. Sebagian relawan juga memantau ketinggian air di daerah pesisir di Banda Aceh.

Di Kota Padang, Markas PMI Sumatera Barat sudah menyiagakan lima unit ambulans dan tim pertolongan pertama untuk membantu warga yang membutuhkan.

Saat ini relawan PMI terus memantau sejumlah daerah pesisir di lima provinsi. Yaitu Pesisir Selatan dan Mentawai (Sumatera Barat), Simeulue, Banda Aceh, Aceh Besar, Calang, Tenom, dan Lamno (Aceh), Nias dan Sibolga (Sumatera Utara), Lampung Barat (Lampung), Kabupaten Bengkulu Utara, Kota Bengkulu, dan Bengkulu Selatan (Bengkulu).
Sumber: Muhammad Saifullah - Okezone

Senin, 30 April 2012

Cut Nyak Dien (1848-1908) Perempuan Aceh Berhati Baja

Photobucket
Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan perempuan yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap.
Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1848, ini sampai akhir hayatnya teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, juga bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
TJOET NJAK DIEN lahir pada 1848 dari keluarga kalangan bangsawan yang sangat taat beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, uleebalang VI Mukim, bagian dari wilayah Sagi XXV. Leluhur dari pihak ayahnya, yaitu Panglima Nanta, adalah keturunan Sultan Aceh yang pada permulaan abad ke-17 merupakan wakil Ratu Tajjul Alam di Sumatra Barat. Ibunda Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang bangsawan Lampagar.
Sebagaimana lazimnya putri-putri bangsawan Aceh, sejak kecil Tjoet Njak Dien memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendidikan ini selain diberikan orang tuanya, juga para guru agama. Pengetahuan mengenai rumah tangga, baik memasak maupun cara menghadapi atau melayani suami dan hal-hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari, didapatkan dari ibunda dan kerabatnya. Karena pengaruh didikan agama yang amat kuat, didukung suasana lingkungannya, Tjoet Njak Dhien memiliki sifat tabah, teguh pendirian dan tawakal.
Tjoet Njak Dien dibesarkan dalam lingkungan suasana perjuangan yang amat dahsyat, suasana perang Aceh. Sebuah peperangan yang panjang dan melelahkan. Parlawanan yang keras itu semata-mata dilandasi keyakinan agama serta perasaan benci yang mendalam dan meluap-luap kepada kaum kafir.
Tjoet Njak Dien dinikahkan oleh orang tuanya pada usia belia, yaitu tahun 1862 dengan Teuku Ibrahim Lamnga putra dari uleebalang Lam Nga XIII. Perayaan pernikahan dimeriahkan oleh kehadiran penyair terkenal Abdul Karim yang membawakan syair-syair bernafaskan agama dan mengagungkan perbuatan-perbuatan heroik sehingga dapat menggugah semangat bagi yang mendengarkannya, khususnya dalam rangka melawan kafir (Snouck Hourgronje, 1985: 107). Setelah dianggap mampu mengurus rumah tangga sendiri, pasangan tersebut pindah dari rumah orang tuanya. Selanjutnya kehidupan rumah tangganya berjalan baik dan harmonis. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.
Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan. Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.
Ketika perang Aceh meletus tahun 1873, suami Tjoet Njak Dien turut aktif di garis depan sehingga merupakan tokoh peperangan di daerah VI Mukim. Karena itu Teuku Ibrahim jarang berkumpul dengan istri dan anaknya. Tjoet Njak Dien mengikhlaskan keterlibatan suaminya dalam peperangan, bahkan menjadi pendorong dan pembakar semangat juang suaminya. Untuk mengobati kerinduan pada suaminya yang berada jauh di medan perang, sambil membuai sang buah hatinya ia menyanyikan syair-syair yang menumbuhkan semangat perjuangan. Ketika sesekali suaminya pulang ke rumah, maka yang dibicarakan dan dilakukan Tjoet Njak Dien tak lain adalah hal-hal yang berkaitan dengan perlawanan terhadap kaum kafir Belanda.
Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak Dien akan kematian suaminya yang semuanya bersumber dari kerakusan dan kekejaman kolonial Belanda. Hati ibu muda yang masih berusia 28 tahun itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus bersumpah hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu usahanya menuntut balas tersebut. Hari-hari sepeninggal suaminya, dengan dibantu para pasukannya, dia terus melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda.
Dua tahun setelah kematian suami pertamanya atau tepatnya pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Sumpahnya yang hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu menuntut balas kematian suami pertamanya benar-benar ditepati. Teuku Umar adalah seorang pejuang kemerdekaan yang terkenal banyak mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda.
Perlawanan terhadap Belanda kian hebat. Beberapa wilayah yang sudah dikuasai Belanda berhasil direbutnya. Dengan menikahi Tjoet Njak Dien mengakibatkan Teuku Umar kian mendapatkan dukungan. Meskipun telah mempunyai istri sebelumnya, Tjoet Njak Dien lah yang paling berpengaruh terhadap Teuku Umar. Perempuan inilah yang senantiasa membangkitkan semangat juangnya, mempengaruhi, mengekang tindakannya, sekaligus menghilangkan kebiasaan buruknya.
Sekilas mengenai Teuku Umar. Teuku Umar terkenal sebagai seorang pejuang yang banyak taktik. Pada tahun 1893, pernah berpura-pura melakukan kerja sama dengan Belanda hanya untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang. Setelah tiga tahun berpura-pura bekerja sama, Teuku Umar malah berbalik memerangi Belanda. Tapi dalam satu pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur.
Sejak meninggalnya Teuku Umar, selama 6 tahun Tjoet Njak Dien mengordinasikan serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Segala barang berharga yang masih dimilikinya dikorbankan untuk mengisi kas peperangan. Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Tapi walaupun tanpa dukungan dari seorang suami, perjuangannya tidak pernah surut, dia terus melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Dia seorang pejuang yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi bahkan walau dengan istilah berdamai sekalipun.
Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil.
Keterlibatan Tjoet Njak Dien dalam perang Aceh nampak sekali ketika terjadi pembakaran terhadap Mesjid Besar Aceh. Dengan amarah dan semangat yang menyala-nyala berserulah ia, “Hai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu mesjid kita dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala, tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59).
Lama-lama pasukan Tjoet Njak Dien melemah. Kehidupan putri bangsawan ini kian sengsara akibat selalu hidup di dalam hutan dengan makanan seadanya. Usianya kian lanjut, kesehatannya kian menurun, seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dien pun semakin tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit orang tua seperti encok pun mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya pun semakin berkurang, ditambah lagi situasi yang semakin sulit memperoleh makanan. Tapi, ketika Pang Laot Ali, tangan kanan sekaligus panglimanya, menawarkan untuk menyerah sebagai jalan pembebasan dari kehidupan yang serba terpencil dan penuh penderitaan ini, Tjoet Njak Dien menjadi sangat marah. Pang Laot Ali tetap tak sampai hati melihat penderitaan pimpinannya. Akhirnya ia menghianatinya. Kepada Belanda ia melaporkan persembunyiannya dengan beberapa syarat, di antaranya jangan melakukan kekerasan dan harus menghormatinya.
Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien sehingga ketika sudah terkepung dan hendak ditangkap pun dia masih sempat mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda. Pasukan Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya.
Ketika tertangkap wanita yang sudah tak berdaya dan rabun ini, mengangkat kedua belah tangannya dengan sikap menentang. Dari mulutnya terucap kalimat, “Ya Allah ya Tuhan inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir”.
Tjoet Njak Dien marah luar biasa kepada Pang Laot Ali. Sedangkan kepada Letnan Van Vureen yang memimpin operasi penangkapan itu sikap menentang mujahidah ini masih nampak dengan mencabut rencong hendak menikamnya.
Tapi walaupun di dalam tawanan, dia masih terus melakukan kontak atau hubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. yang berati mengingkari salah satu butir perjanjiannya dengan Pang Laot Ali.
DI SUMEDANG tak banyak orang tahu perempuan ini. Tua renta dan bermata rabun. Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari tangannya, juga sebuah periuk nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua pengikutnya sebagai tahanan politik Belanda, yang ingin mengasingkannya dari medan perjuangannya di Aceh pada 11 Desember 1906.
Perempuan tua itu lalu dititipkan kepada Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja, yang digelari Pangeran Makkah. Melihat perempuan yang amat taat beragama itu, Bupati tak menempatkannya di penjara, tetapi di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang Kaum (masjid besar Sumedang). Di rumah itulah perempuan itu tinggal dan dirawat.
Di antara mereka yang datang banyak membawakan makanan atau pakaian, selain karena mereka menaruh hormat dan simpati yang besar, juga karena Ibu Perbu tak bersedia menerima apapun yang diberikan oleh Belanda.
Keadaan ini terus berlangsung hingga 6 November 1908, saat Ibu Perbu meninggal dunia. Dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh, sebuah komplek pemakaman para bangsawan pangeran Sumedang, tak jauh dari pusat kota Sumedang. Sampai wafatnya, masyarakat Sumedang belum tahu siapa sesungguhnya perempuan yang banyak memberikan manfaat bagi masyarakat itu, bahkan hingga kemerdekaan Indonesia.
Ketika masyarakat Sumedang beralih generasi dan melupakan Ibu Perbu, pada tahun 60-an berdasarkan keterangan dari pemerintah Belanda baru diketahui bahwa Tjoet Njak Dhien, seorang pahlawan wanita Aceh yang terkenal telah diasingkan ke Pulau Jawa, Sumedang, Jawa Barat. Pengasingan itu berdasarkan Surat Keputusan No. 23 (Kolonial Verslag 1907:12). Akhirnya dengan mudah dapat dipastikan bahwa Ibu Perbu tak lain adalah Tjoet Njak Dhien yang diasingkan Belanda bersama seorang panglima berusia 50 tahun dan seorang kemenakannya bernama Teungku Nana berusia 15 tahun.
Perjuangan Tjoet Njak Dien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing, sehingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu. Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor.

cerita bung hatta


Salah satu proklamator kita, Bung Hatta, jika beliau masih hidup, tanggal 12 Agustus 2008 ini akan memasuki usia 106 tahun. Berprinsip Teguh Dua kali kejadian dimana terjadi pertentangan antara bung Hatta dan bung Karno yg ternyata memberi dampak sangat besar terhadap perjalanan bangsa ini, dimana dalam kedua hal tsb bung Hatta memilih utk mengalah. Saat mundurnya bung Hatta desember 1956 , karena tak setuju dengan cara bung Karno memimpin negara , serta perdebatan mereka sebelumnya saat Indonesia belum merdeka. Sebelumya dalam buku sejarah ada dinyatakan bahwa belia berdua pernah berbeda pendapat mengenai bagaimana bangsa ini hendak dibangun, bagaimana kemerdekaan hendak diraih, beberapa tahun sebelum indonesia merdeka. Bung Karno bilang kita perlu bangsa yang berani, revolusioner, penuh semangat utk meraih kemerdekaan, sedangkan bung Hatta berpendapat bahwa kita perlu mencerdaskan, memberi pencerahan pada bangsa Indonesia utk menyongsong kemerdekaan nya, intinya bung Hatta menyatakan pentingnya pendidikan. Namun saat itu, bung Karno tetap bersikukuh dengan pendapatnya, dan dengan gentleman nya , bung Hatta pun mengalah .... Bukti sejarah kemudian menyatakan , bahwa apa yg dinyatakan bung Hatta benar adanya , memang benar pada masa kemerdekaan th 45, bangsa yg bersemangat tinggi, revolusioner bisa meraih kemerdekaan, tapi untuk selanjutnya mereka melupakan pendidikan / pencerdasan. Dari sejarah kita belajar, ada 2 ide besar bung Hatta yg tak terwujud, karena ia mengalah pada bung Karno , dan sampai saat ini kemajuan bangsa ini masih terbelenggu karena 2 hal tsb (pendidikan yg kurang dan demokrasi yg kurang baik ) Berkarya Nyata Bung Hatta merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental beliau adalah bentuk koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada pembentukkan koperasi pengusaha batik, yang akhirnya sukses sampai saat ini. Koperasi tersebut berhasil mendorong kemajuan bagi pengusaha batik dan memberi mereka kesempatan untuk memperluas usaha dengan ekspor. Karya-karya lainnya adalah berbentuk tulisan. Dalam pembuangan pun, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah (Digoel-Papua) dan dia dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti.

sisingamangaraja XII

Ketika Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi Raja Batak, waktu itu umurnya baru 19 tahun. Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan. Belanda pada waktu itu masih mengakui Tanah Batak sebagai “De Onafhankelijke Bataklandan” (Daerah Batak yang tidak tergantung pada Belanda.
Tahun 1837, kolonialis Belanda memadamkan “Perang Paderi” dan melapangkan jalan bagi pemerintahan kolonial di Minangkabau dan Tapanuli Selatan. Minangkabau jatuh ke tangan Belanda, menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun, Padang Bolak, Angkola, Sipirok, Pantai Barus dan kawasan Sibolga.
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang disebut “Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan seorang Residen berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke Bataklandan’.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja Sisingamangaraja XII berkuasa, masih belum dijajah Belanda.
Tetapi ketika 3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876, Belanda mengumumkan “Regerings” Besluit Tahun 1876” yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, suasana di Tanah Batak bagian Utara menjadi panas.
Raja Sisingamangaraja XII yang kendati secara clan, bukan berasal dari Silindung, namun sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak, bangkit kegeramannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah Batak.
Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau Belanda mulai mencaplok Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menganeksasi Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain.
Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, Beliau segera mengambil langkah-langkah konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga keputusan sebagai berikut :
1. Menyatakan perang terhadap Belanda
2. Zending Agama tidak diganggu
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat garang, mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula, Sisingamangaraja XII bukan anti agama. Dan terlihat pula, Sisingamangaraja XII di zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dan suku-suku lainnya.
Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun lamanya.
Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa, 30 tahun.
Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, tempat istana dan markas besar Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan dan berhasil dihempang.
Belanda merobah taktik, ia menyerbu pada babak berikutnya ke kawasan Balige untuk merebut kantong logistik Sisingamangaraja XII di daerah Toba, untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap Bakara.
Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh Sisingamangaraja XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Domino berikut yang dijadikan pasukan Belanda yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di Pantai Sibolga. Juga dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.
Raja Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII dikerahkan. Empat puluh Solu Bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang melaju menuju Balige. Pertempuran besar terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.
Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar Sisingamangaraja XII berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Pada waktu itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah Batak. Suatu alamat buruk seakan-akan datang. Sebelum peristiwa ini, pada situasi yang kritis, Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas front perlawanan. Beliau berkunjung ke Asahan, Tanah Karo dan Simalungun, demi koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda.
Dalam gerak perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian Raja Sisingamangaraja XII.
Perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi Belanda juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala bantuan dari Batavia, Fort De Kok, Sibolga dan Aceh. Barisan Marsuse juga didatangkan bahkan para tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadi umpan peluru dan tameng pasukan Belanda.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1889.
Tahun 1890, Belanda membentuk pasukan khusus Marsose untuk menyerang Sisingamangaraja XII. Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil di Aceh.
Tahun 1903, Panglima Polim menghentikan perlawanan. Tetapi di Gayo, dimana Raja Sisingamangaraja XII pernah berkunjung, perlawanan masih sengit. Masuklah pasukan Belanda dari Gayo Alas menyerang Sisingamangaraja XII.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel. Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Konon Raja Sisingamangaraja XII yang kebal peluru tewas kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya.
Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan.
Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Sisingamangaraja XII selama 30 tahun, selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara.
Itulah yang dinamakan “Semangat Juang Sisingamangaraja XII”, yang perlu diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda.
Sisingamangaraja XII benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk kesenangan pribadi.
Sebelum Beliau gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian kepada Raja Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan. Patriotismenya digoda berat. Beliau ditawarkan dan dijanjikan akan diangkat sebagai Sultan. Asal saja bersedia takluk kepada kekuasaan Belanda. Beliau akan dijadikan Raja Tanah Batak asal mau berdamai. Gubernur Belanda Van Daalen yang memberi tawaran itu bahkan berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan Raja Sisingamangaraja XII dengan tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk ke pangkuan kolonial Belanda, dan akan diberikan kedudukan dengan kesenangan yang besar, asal saja mau kompromi, tetapi Raja Sisingamangaraja XII tegas menolak. Ia berpendirian, lebih baik berkalang tanah daripada hidup di peraduan penjajah.
Raja Sisingamangaraja XII gugur pada tanggal 17 Juni 1907, tetapi pengorbanannya tidaklah sia-sia.
Dan cuma 38 tahun kemudian, penjajah betul-betul angkat kaki dari Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan Sukarno-Hatta.
Kini Sisingamangaraja XII telah menjadi sejarah. Namun semangat patriotismenya, jiwa pengabdian dan pengorbanannya yang sangat luhur serta pelayanannya kepada rakyat yang sangat agung, kecintaannya kepada Bangsa dan Tanah Airnya serta kepada kemerdekaan yang begitu besar, perlu diwariskan kepada generasi penerus bangsa Indonesia.
Dalam upaya melestarikan system nilai yang melandasi perjuangan Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII dengan menggali khasanah budaya dan system nilai masa silam yang dikaitkan dengan keinginan membina masa depan yang lebih baik, lebih bermutu dan lebih sempurna, maka Lembaga Sisingamangaraja XII yang didirikan dan diketuai DR GM Panggabean pada tahun 1979, telah membangun monumen Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII di kota Medan yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto di Istana Negara dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 1997 dan Pesta Rakyat peresmian monumen tersebut di Medan dihadiri sekitar seratus ribu orang, dengan Pembina Upacara Menko Polkam Jenderal TNI Maraden Panggabean.
Kemudian oleh Yayasan Universitas Sisingamangaraja XII pada tahun 1984 telah didirikan Universitas Sisingamangaraja XII (US XII) di Medan, pada tahun 1986 Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA) di Silangit Siborong-borong Tapanuli Utara dan pada tahun 1987 didirikan STMIK Sisingamangaraja XII di Medan.

cerita jendral soedirman


SOEDIRMAN, salah seorang pahlawan nasional dan simbol Tentara Nasional Indonesia (TNI) bukanlah nama yang asing di telinga. Ia mendapat tempat istimewa dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia karena menjabat panglima angkatan bersenjata pada awal berdirinya republik ini. Namun, pengetahuan tentang Soedirman yang diberikan bangku sekolah tidak pernah cukup mendalam. Sementara ketersediaan literatur yang membahas Soedirman secara khusus jumlahnya tidak memadai.
Dalam kurun waktu 25 tahun pertama pascakemerdekaan, tercatat hanya ada satu buku saja yang menempatkan Soedirman sebagai pokok bahasan, yaitu "Djenderal Soedirman Pahlawan Kemerdekaan" (1963) yang ditulis Solichin Salam. Selebihnya pembahasan tentang Soedirman selalu hanya merupakan pelengkap bagi kerangka bahasan lain seperti tentang gerakan Pemuda Muhammadiyah, kepanduan Hizbul Wathan, perang revolusi kemerdekaan, tentara, politik militer, hingga tentang Tan Malaka.
Baru sekitar tahun 1980-an mulai bermunculan buku yang membahas Soedirman secara lebih spesifik, seperti "Perjalanan Bersahaja Jenderal Sudirman" karya SA Soekanto (1981), "Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia, Kisah Seorang Pengawal" (1992) yang ditulis Tjokropranolo, mantan Gubernur DKI Tahun 1977-1982, atau "Panglima Besar Jenderal Sudirman Kader Muhammadiyah" (2000) karya Sardiman AM. Meskipun cukup banyak kuantitasnya, namun sebagian besar buku yang hadir tersebut cenderung mengaitkan tokoh ini dengan dunia ketentaraan dan lebih berupa memoar atau biografi Soedirman sebagai seorang tokoh.
Sedikit saja buku seperti "Genesis of Power General Sudirman and the Indonesian Military in Politics 1945-49" (1992) yang ditulis Salim Said, yang mengupas sikap dan pandangan politik Soedirman secara lebih mendalam, baik menyangkut penentangan Soedirman terhadap langkah politik pemerintah yang menjalin kerja sama dengan Belanda, tentang langkah-langkah politis yang diambil Soedirman dalam rangka mengedepankan sikap politiknya, dan keterkaitan Soedirman dengan Peristiwa 3 Juli 1946. Umumnya jika sampai pada pembahasan tentang hal tersebut, penulis-penulis cenderung "melindungi" keterlibatan Soedirman dalam peristiwa yang diyakini sebagai upaya coup d' ètat dan "membersihkan" kecenderungan ideologi kiri Soedirman dengan berbagai alasan.
Fakta sejarah tersebut memang rawan dibicarakan ketika rezim yang berkuasa bersandar pada kekuatan militer yang mengangkat Soedirman sebagai panglima besarnya. Tak ayal lagi, ketika buku yang menganalisis Peristiwa 3 Juli 1946 terbit, pemerintah Orde Baru langsung membelenggu peredarannya lewat daftar cekal Kejaksaan Agung (Kejagung). "Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman", buku yang mengangkat Peristiwa 3 Juli 1946 sebagai fokus bahasan, memaparkan pergolakan internal para elite politik Indonesia pada awal kemerdekaan dengan titik berat telaah pada pandangan dan sikap politik yang diambil Soedirman selaku panglima besar dalam menanggapi berbagai situasi politik yang berkembang saat itu.
Panglima Besar Soedirman" merupakan kumpulan beberapa tulisan, di antaranya tulisan dua pelaku sejarah bangsa ini yaitu Abdul Haris Nasution dari kalangan militer dan Roeslan Abdulgani yang mewakili unsur sipil yang turut berjuang dalam perang kemerdekaan. Selain itu, termaktub pula analisis terhadap Peristiwa 3 Juli 1946 dari SI Poeradisastra, sejarawan dan Guru Besar UI, dan rangkuman dari Sides Sudyarto DS, pemenang sayembara puisi Prasasti Ancol tahun 1977 dan mantan wartawan yang pernah bergabung di Kompas tahun 1974-1981.
Buku yang pertama kali dicetak sebanyak 5.000 eksemplar dan diluncurkan sekitar awal tahun 1984, ini tamat riwayat peredarannya di masyarakat kurang lebih enam bulan kemudian, tepatnya tanggal 28 Agustus 1984, setelah diharamkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) lewat fatwa No 167/JA/8/1984. Menurut Sides, editor buku itu yang sempat diinterogasi Kejagung sebanyak sembilan kali, tidak ada alasan formal yang menjadi landasan pencekalan buku yang bermuatan fakta sejarah tersebut.
Dalam "Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman", Nasution menuangkan pengalaman pribadi sebagai prajurit di lapangan yang langsung menerima perintah Soedirman. Sebagai seorang bawahan, ia lebih banyak menyoroti kepemimpinan Soedirman sebagai panglima besar dalam menyikapi berbagai kondisi politik bangsa dan menghindari pembahasan tentang Peristiwa 3 Juli 1946. Meskipun begitu, ia mengakui bahwa dirinya berseberangan pendapat dengan Soedirman dalam persoalan "Reorganisasi-Rasionalisasi" (Re-Ra) tentara yang merupakan imbas dari Perjanjian Renville tahun 1948.
Dalam mengulas Soedirman, Abdulgani menempatkan panglima besar tersebut dalam konteks pertikaian ideologi yang mendominasi kala itu. Meskipun dalam Peristiwa 3 Juli 1946 di Yogyakarta Soedirman dituduh membantu upaya coup d' ètat terhadap duet Soekarno-Hatta, dengan membebaskan orang-orang dari kelompok Marxisme-Leninisme independen (Tan Malaka) yang ditahan di Penjara Wirogunan, namun menurut Abdulgani tekad untuk mempertahankan kemerdekaan dan loyalitas terhadap negara tetap dipegang teguh Soedirman yang secara historis masuk dalam kelompok Islamisme, namun bukan aliran yang fanatik dan intoleran. Walaupun sempat berseberangan pandangan politik dengan pemerintah yang saat itu dikuasai kelompok Marxisme-Liberalisme moderat (Amir Sjarifuddin dan Sjahrir), Soedirman tidak memanfaatkan posisi panglima besar yang strategis untuk menggulingkan pemerintah resmi Soekarno-Hatta.
Poeradisastra sebagai seorang sejarawan berupaya obyektif dalam melihat fakta Peristiwa 3 Juli 1946. Analisis terhadap rangkaian kejadian, proses sidang di Mahkamah Agung, kesaksian Soedirman, serta pernyataan dan pembelaan dari para pelaku yang terlibat dalam peristiwa itu, seperti Iwa Koesoema Soemantri, Ahmad Soebardjo, dan M Yamin dari kubu Persatuan Perjuangan yang berafiliasi pada Tan Malaka, melahirkan satu kesimpulan bahwa telah terjadi tawar-menawar antara Soedirman dengan para anggota Kabinet Sjahrir yang secara coute que coute membentuk pra-anggapan peristiwa tersebut sebagai suatu coup d' ètat.
Meskipun Poeradisastra tidak mengingkari keterlibatan Soedirman dalam Peristiwa 3 Juli 1946, namun ia yakin Soedirman melakukan negosiasi tersebut untuk menyelamatkan keutuhan komando tentara saat itu. Sejarah membuktikan, Soedirman tetap menjaga manunggalnya tentara dengan pemerintah. Ia mengorbankan hati nuraninya yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah untuk berkompromi dengan Belanda demi persatuan negara dan membayar beban psikologisnya dengan kesehatan yang kian hari semakin memburuk.
Upaya meminta Soekarno mengubah susunan Kabinet Sjahrir dan menerima minimum program Persatuan Perjuangan 7 pasal yang dikenal dengan Peristiwa 3 Juli 1946, memang tidak dibahas secara mendalam dalam wacana sejarah Indonesia selama ini. Padahal, peristiwa tersebut jelas melibatkan Soedirman yang disinyalir mendukung Persatuan Perjuangan yang berada di bawah komando Tan Malaka. Kedekatan dan kesamaan visi Soedirman dengan Tan Malaka yang oleh Orde Baru dituding sebagai komunis mengindikasikan ideologi yang dianut Soedirman.Hal inilah yang coba ditutupi rezim Orde Baru yang berdiri di atas kekuatan militer. Bagaimana publik akan bereaksi jika menyadari fakta bahwa Panglima Besar TNI adalah seorang sosialis! (Nurul Fatchiati)

kaki sempurna tanpa varises

Kaki Sempurna Tanpa Varises

Varises merupakan salah satu musuh wanita. Penampakannya yang tidak diinginkan berupa tonjolan biru yang berbelok-belok sangat mengganggu penampilan. Khususnya, bagi wanita yang dalam kesehariannya sering menggunakan rok atau celana pendek, hal ini akan merusak rasa percaya diri. Selain merusak penampilan, varises juga menimbulkan gejala yang mengganggu. Bagaimana mencegah dan solusi penyembuhan untuk varises?

Penyebab Varises

Sebagian besar penyebab varises dikarenakan faktor keturunan atau faktor genetik. Faktor keturunan adalah dinding pembuluh darah dan katup yang tidak sempurna. Faktor genetik ini agak sulit disembuhkan. Hormon yang ada pada wanita juga dapat menyebabkan timbulnya varises, itulah sebabnya sebagian besar varises dialami oleh wanita. Pada wanita hamil, resiko ini semakin bertambah karena adanya penambahan hormon pada masa tersebut. Hormon wanita juga dapat dipicu karena mengkonsumsi pil kontrasepsi.
Tidak hanya karena faktor gen, hal lain yang menyebabkan terjadinya varises antara lain kebiasaan, gaya hidup dan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan timbulnya varises. Berat badan yang berlebih, berdiri terlalu lama, jarang berolahraga dan merokok dapat memicu terjadinya varies.
Selain mengganggu penampilan, varises juga menimbulkan rasa tidak nyaman. Misalnya cepat lelah, terasa berat, rasa nyeri, dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan kram pada malam hari.

 

 

Mencegah Varises

Jika Anda mengalami varises atau memiliki keturunan keluarga yang menderita varises, Anda dapat melakkukan cara-cara berikut untuk mencegah timbulnya varises sekaligus mengurangi keluhan akibat varises:

  • Jaga berat badan tetap ideal
Berat badan yang belebih dapat membuat kaki menahan beban yang berat sehingga beresiko mengalami varises.
  • Jangan berdiri dan duduk diam lterlalu lama.
Berdiri terlalu lama dapat menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah. Begitu juga jika duduk terlalu lama, sebaiknya diselingi dengan berjalan kaki.
  • Gunakan kaos kaki
Jika Anda memiliki gen penyebab varises, sebaiknya gunakan kaos kaki elastis, jika mungkin, pakailah kaus kaki panjang yang mencapai lutut. Penggunaan kaos kaki khususnya diperlukan saat berada di ketinggian seperti saat berjalan-jalan di pegunungan atau saat naik pesawat.
  • Hindari pakaian dalam yang terlalu ketat
Pakaian yang terlalu ketat dapat menghambat sirkulasi darah ke jantung.
  • Lakukan olahraga yang sesuai
Olahraga ringan seperti berjalan, jogging atau bersepeda dapat menguatkan dinding pembuluh darah vena dan melancarkan peredaran darah. Sedangkan, olahraga yang menyebabkan kontraksi otot yang mendadak dan berat seperti angkat beban sebaiknya dihindari.
  • Konsumsi vitamin C
Vitamin C sangat bermanfaat untuk menguatkan dinding pembuluh darah, maka konsumsi yang cukup dapat mencegah pelebaran pembuluh darah.
  • Letakkan posisi kaki lebih tinggi pada saat tidur
Agar darah dapat lebih lancar menuju jantung, saat tidur bisa meletakkan kaki diatas bantal atau ditempelkan di dinding dengan posisi lebih tinggi dari kepala. Hal ini khususnya dapat dilakukan jika telah terjadi pembengkakan akibat pembuluh darah yang menonjol.

aksi relawan


Pentingnya Aksi Relawan Tanggap Bencana



Kehidupan sering berlaku dengan cara yang sulit kita mengerti maksudnya.  Tetapi, jika hati kita ikhlas,... kita akan melihatnya sebagai CARA TUHAN MENUNTUN KITA MENUJU JALAN YANG LURUS, jalan yang diberkati nikmatnya kedamaian dan kesejahteraan, dan nikmatnya kewenangan memimpin kehidupan yang bernilai.  Karena ini semua adalah atas kehendak Tuhan, marilah kita berlaku lebih patuh. 
Mario Teguh

Bencana demi bencana datang silih berganti melanda negeri ini.  Disamping menghasilkan penderitaan dan duka cita mendalam, juga membuka ladang amal yang luar biasa besarnya bagi segenap rakyat negeri ini.  Bencana menyadarkan kita bahwa di luar sana masih banyak mereka yang menderita.  Walau mungkin ada yang merupakan peringatan atau bahkan Adzab dariNya, namun hal itu tidak boleh menyurutkan kita dari membantu mereka.  Bencana juga mendidik kita untuk tidak terlalu mudah marah terhadap hal-hal kecil yang menjengkelkan dalam hidup, baik dalam keluarga, di kantor atau tempat kerja, perjalanan dan sebagainya.  

Terkadang, masalah-masalah sepele seperti channel TV, ballpoint atau bahkan sendal jepit sudah cukup membuat kita marah-marah tidak karuan.  Di mana rasa syukur kita terhadap apa yang masih ada pada diri kita, paling tidak kita masih hidup dan masih sehat.  Masih bisa berbuat banyak bagi sesama, terutama yang  terkena bencana.  Bayu Gawtama, seorang penulis dan  relawan senior, pernah bilang "kita memang sudah berbuat baik, tetapi masih banyak hal baik yang belum kita perbuat".

Aksi Kerelawanan

Di sisi lain, bencana memberi kesempatan pada manusia untuk menabung pahala dan energi kebaikan sebanyak mungkin.  Penanganan bencana bukanlah proses sekali jadi namun perlu banyak tahapan seperti emergency, recovery dan sebagainya.  Banyak diantara para relawan adalah orang-orang yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Mereka tentu tidak bisa bersedekah sebanyak orang-orang kantoran atau pengusaha kaya berpenghasilan besar.  Mereka pun tidak punya ilmu agama yang cukup untuk berdakwah di mimbar-mimbar.  Ibadah harian mereka pun mungkin sangat terbatas, sekedar bisa menggugurkan ritual-ritual yang wajib saja sudah bagus.

 Mereka mungkin hanya punya kekuatan fisik untuk mengevakusi korban ataupun membantu mengangkat barang-barang di posko atau pengungsian.  Bisa jadi, kesempatan mereka untuk mengumpulkan sebanyak mungkin kebaikan ada di dalam lokasi-lokasi bencana.  Setiap kali manusia berbuat kebaikan, maka kebaikan itu akan terseimpan dalam bentuk energi positif. Apabila perbuatan yang dilakukan sebaliknya, maka dia pun akan tersimpan dalam bentuk energi negatif.  Kedua macam energi itu bisa mencair dan kembali pada pemiliknya.  Energi positif dalam bentuk 4TA (harta, tahta, kata dan cinta) dan energi negatif dalam bentuk bencana dan kemalangan.

Terkadang ada yang membanding-bandingkan antara mereka yang terjun langsung ke lokasi bencana dengan yang hanya menyumbang dana, bahan pangan atau barang-barang.  Mereka beranggapan bahwa yang terjun ke lokasi bencana amal sholehnya lebih besar daripada yang sekedar menyumbang donasi.  Sesungguhnya, kita tidaklah mampu mengukur pahala orang lain.  Yang terbaik adalah mengetahui apa yang kita dapat lakukan dan melakukannya, walau dalam pandangan manusia tidaklah besar.  Bantuan sekecil apapun sangat berarti dalam kondisi seperti sekarang ini.  Namun penghargaan atas sekecil apapun kebaikan bukan alasan untuk hanya menyumbang lebih sedikit daripada yang kita mampu.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl:97)

Sesungguhnya, apapun yang kita lakukan dan sumbangkan kepada para korban bencana alam tersebut adalah tindakan kerelawanan.  Kerelawanan seharusnya menjadi bagian penting dari gaya hidup kita.  Dari depan komputer kita yang tersambung ke jaringan internet saja sudah tak terhitung banyaknya aksi kerelawanan yang bisa kita lakukan.  Sekedar memberi tahu teman-teman kita mana komunitas, lembaga dan yayasan terpercaya yang bisa menyalurkan bantuan kita pun merupakan aksi kerelawanan.

Di kota-kota besar, banyak sekali orang yang sudah tergerak hatinya untuk peduli pada sesama, namun belum tahu kemana harus menyalurkan bantuan.  Mari kita bantu mereka dan sesungguhnya perbandingan yang paling akurat hanya ada pada pada Allah SWT yang Maha Mengetahui .   "A laisallahu bi ahkamil haakimiin" Bukankah Allah seadil-adilnya hakim? (Qs. At Thiin 8)

"Relawan yang baik adalah yang tahu persis apa yang akan dan bisa dikerjakannya. Ketika berada di lokasi bencana ia tidak bingung dan tidak banyak bertanya apa yang mesti dikerjakan, ia bisa melihat kemampuannya sendiri dan menempatkan dirinya secara tepat sesuai kemampuannya itu. Dalam hal ini termasuk para dermawan yang secara ikhlas dan sadar diri tidak terjun langsung ke lokasi bencana lantaran khawatir justru merepotkan tim yang tengah bekerja."

Kutipan dari tulisan Bayu Gawtama itu menyadarkan kita bahwa tidaklah terlalu penting di posisi mana kita berada. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana tanggung jawab dan peranan kita dalam posisi tersebut.  Biarpun kita berada jauh dari lokasi bencana namun apabila kita terus bekerja dan menyumbangkan segala yang kita mampu dan punya, maka sesungguhnya kita pun bagian dari para relawan itu.  Semoga Allah SWT yang Maha mengetahui lagi Maha Menilai diri kita membalas dengan balasan yang terbaik dunia dan akhirat. Amiin (Muhammad Nahar).


Ditulis Oleh :Muhammad Nahar, Pada Tanggal : 12 - 04 - 2012 | 16:47:08